
Dalam bisnis dan kehidupan, dampak empati sangat kuat. Empati adalah kompetensi mengenali, memahami, dan mengidentifikasi dengan pikiran, perasaan, dan pengalaman orang lain. Empati di tempat kerja berhubungan positif dengan prestasi kerja. Organisasi yang menumbuhkan kepemimpinan empatik lebih mampu mendorong inovasi, membayangkan strategi bisnis baru, beradaptasi dengan perubahan dan membangun tempat kerja inklusif yang akan lebih baik melayani pelanggan dan karyawan.
Empati adalah air yang masuk ke dalam inklusi. Empati juga mendorong inklusi di tempat kerja dengan menghubungkan rekan kerja di tingkat manusia. Seperti air yang sebenarnya, empati dapat terakumulasi menjadi kolam empatik, menghasilkan tempat kerja yang penuh dengan pengalaman keamanan dan rasa memiliki psikologis. Kumpulan empatik juga dapat berjalan pada defisit ketika penarikan berlebihan dilakukan karena sisi bayangan yang menyebabkan kerugian dan membahayakan keterlibatan karyawan, kepuasan pelanggan, dan indikator kesehatan organisasi lainnya. Berikut adalah tindakan yang dapat dilakukan organisasi untuk meningkatkan empati dan menghindari jebakan dari sisi bayangan empati di tempat kerja.
Baca juga artikel : tips sukses menjadi manager
1. Mendengarkan
Mendengarkan dengan empati membutuhkan lebih dari sekadar mendengarkan untuk memahami. Mendengarkan untuk memahami adalah memperhatikan nuansa kata yang diucapkan. Mendengarkan dengan empati membutuhkan menerjemahkan makna dan perasaan yang dialami dalam hubungan Anda dengan orang lain ke dalam perilaku yang membangun modal empatik.
Membaca (mendengarkan) yang tersirat adalah pepatah umum yang berarti memahami sesuatu yang tidak diungkapkan secara terbuka. Ini juga bisa berarti memahami pengalaman yang diucapkan atau tidak diucapkan orang lain secara mendalam. Pada saat pemahaman itu, kekuatan super diaktifkan, dan kemampuan untuk berkomunikasi melintasi batasan usia, jenis kelamin, dan ras diaktifkan. Mendengarkan melampaui kata-kata ke pikiran, perasaan, dan pengalaman yang lebih mendalam adalah kunci untuk mengaktifkan empati, membangun inklusi, dan belajar mendengarkan lintas budaya menggunakan intuisi dan kepekaan sosial.
Bayangkan sebuah contoh: Seorang anggota tim menyatakan bahwa mereka ingin mengambil langkah mundur dari peran dan tanggung jawab mereka saat ini. Manajer yang berempati akan fokus mendengarkan makna dan perasaan di balik perspektif dan pengalaman unik anggota tim. Ini mempersiapkan lingkungan untuk percakapan yang transparan dan otentik.
Praktik terbaik mendengarkan empatik tambahan meliputi:
- Dengarkan yang baik dan dengarkan alasannya.
- Dengarkan dengan sabar. Jangan terburu-buru orang lain.
- Dengarkan dengan rasa ingin tahu. Tantang ide, pernyataan, dan filosofi.
- Dengarkan kebenaran dengan pikiran terbuka.
- Dengar, tidak peduli seberapa banyak Anda mungkin tidak setuju.
- Dengarkan dari sudut pandang orang lain.
- Dengarkan dengan penuh minat dan ajukan pertanyaan.
2. Bersikap Otentik
Menjadi otentik berarti menjadi tulus dan transparan tentang siapa Anda, bagaimana Anda berpikir dan apa yang Anda yakini. Keaslian membangun kepercayaan yang merupakan dasar dari budaya inklusif. Saat karyawan menjadi saksi dari kepemimpinan otentik, mereka termotivasi untuk membawa diri mereka yang asli untuk bekerja. Kolaborasi, kepercayaan, dan komunikasi yang efektif dihasilkan ketika sebuah tim berperilaku dengan keaslian. Apa yang tersembunyi dalam skenario ini adalah empati. Seperti kolam, empati adalah air tempat hubungan otentik hidup. Mengaktifkan keaslian memperbesar kolam empati. Berikut adalah cara para pemimpin dapat mengaktifkan keaslian:
- Ekspresikan diri sejati Anda di tempat kerja dan di rumah.
- Beri tahu bawahan langsung Anda bahwa Anda benar-benar menghargai mereka apa adanya dan bakat mereka.
- Ciptakan ruang yang aman di mana karyawan dapat berbagi kebutuhan mereka yang sebenarnya tanpa takut akan penilaian atau pembalasan.
- Sambut ide-ide baru dan dorong diskusi yang produktif dengan tulus.
- Tunjukkan kerentanan dengan mengakui kesalahan Anda untuk menunjukkan kepada tim Anda bahwa kegagalan adalah bagian alami dari pembelajaran.
- Bagikan suka dan tidak suka, hobi, dan minat Anda secara transparan dan tepat.
- Jadilah kongruen – biarkan kata-kata, keyakinan, dan pikiran Anda cocok.
3. Melatih Kepekaan Sosial
Kepekaan sosial adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, dan menghormati isyarat dan konteks orang lain. Ini termasuk menghormati sudut pandang dan norma sosial yang memiliki pengalaman berbeda (misalnya, agama, jenis kelamin, kelas). Pengalaman-pengalaman ini adalah aspek kehidupan karyawan yang merupakan inti dari identitas mereka. Ketika perilaku kepekaan sosial hadir, seluruh organisasi terhubung dan berhubungan dalam konteks budaya inklusi. Perilaku yang menunjukkan kepekaan sosial juga berenang di kolam empati. Perilaku ini cenderung menciptakan lingkungan positif yang mengaktifkan ide-ide baru, mengevaluasi pekerjaan secara kritis dan berbagi tanggung jawab.
Pemimpin dapat mengaktifkan kepekaan sosial dengan:
- Menghabiskan waktu dengan orang-orang yang berbeda. Kenali gaya hidup, kepercayaan, dan pandangan dunia mereka.
- Tertarik pada bagaimana orang berbicara satu sama lain dan bagaimana tim berkolaborasi.
- Memperhatikan isyarat nonverbal seperti bahasa tubuh, nada suara, dan perilaku lain yang menunjukkan bagaimana seseorang merespons Anda.
- Mengambil kelas untuk belajar bagaimana menghormatiidentitas sosialdan norma sosial.
- Belajar bahasa baru.
- Belajar mencari pendapat seseorang yang tidak setuju dengan Anda tentang masalah tertentu.
- Mengambil tindakan yang berfokus pada inklusi seperti mengundang seseorang yang baru ke rapat.
Baca juga artikel : mengapa kerendahan hati penting bagi seorang manajer
Akhir Kata
Empati sangat penting untuk menumbuhkan budaya inklusif yang memungkinkan karyawan merasa dihargai dan diterima. Selain keharusan moral untuk mempraktikkan kepemimpinan empatik, penelitian dari Center for Creative Leadership menunjukkan bahwa empati di tempat kerja berhubungan positif dengan prestasi kerja. Dengan mengaktifkan empati, para pemimpin dapat menciptakan lingkungan kerja yang inklusif yang meningkatkan indikator kinerja seperti produktivitas, inovasi, keterlibatan karyawan, dan kepuasan pelanggan. Untuk membuat empati berkelanjutan, para pemimpin harus terlibat dan mendorong praktik yang konsisten dengan cara-cara kecil namun bermakna.
Semoga artikel di atas bermanfaat bagi pembaca, apabila pembaca membutuhkan informasi lebih lanjut dan membutuhkan pendampingan dalam rekrut manager dan staff penjualan dalam pembangunan tim penjualan, silahkan hubungi kami di SINI.