MEMBUAT INVESTASI PADA SEKTOR INFRASTRUKTUR

Pertumbuhan GDP pada tahun 2018 akan mengalami peningkatan meski kecil. Pertumbuhan yang mengalami peningkatan cepat tetap pada sektor jasa, pada sektor industri lemah. Pertumbuhan GDP untuk tahun 2018 hanya meningkat 0.1%. Pertumbuhan ekonomi ini mestinya diimbangi dengan pertumbuhan konsumsi, tetapi pada kenyataannya kemampuan konsumsi masyarakat Indonesia pada umnya tertahan. Hal ini dapat disebabkan karena masyarakat yang cenderung ingin berinvestasi pada barang modal dan menyimpan uang.
Berdasarakan tren pada tahun 2019 investasi dan ekspor akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Pelemahan pertumbuhan akibat dari tekanan pasar global akan diatasi dengan rangkaian kebijakan ekonomi. Untuk mendorong ekspor dan investasi, Presiden Jokowi menggenjot pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, dan pelabuhan yang diharapkan mampu mensupport pembangunan kawasan industri baru di nusantara. Sebagaimana ambisinya untuk mencapai revolusi Industri bagi bangsa Indonesia.


Pada tiga tahun terakhir terjadi peningkatan anggaran untuk investasi pada sektor infrastruktur sebesar 177% namun peningkatan tersebut masih jauh dari harapan untuk meningkatkan GDP nasional.
Pertumbuhan ekspor yang diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nampaknya terhambat oleh pengaruh pasar global. Pertama ekspor pada sektor energi khususnya minyak, gas dan batu bara meningkat cukup jauh dibandingkan energi alternatif yang sedang booming lebih dari perkiraan terlebih impor minyak dari china lebih efisien. Kedua, konsumsi nampaknya akan sedikit meningkat sekitar 5 %. Perubahan besar-besaran pada arah kebijakan dan kondisi eksternal nampaknya tidak akan membuat peningkatan signifikan dalam dua tahun kedepan.
Deklarasi pada industri manufaktur telah dilakukan pada quater ke 2, namun pertumbuhannya pada kisaran 4%. Pertumbuhan ini masih didominasi oleh industri food and beverage sebab permintaan pada sektor ini cukup tinggi. Dinamika sektor food and beverage sesuai dengan dinamika GDP, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat korelasi yakni pertumbuhan GDP terjadi karena dipengaruhi oleh pasar domestik.
Meskipun peningkatan ini berlanjut pada industri makanan dan minuman, konsumen tidak yakin ingin mengeluarkan uangnya untuk membeli barang dan jasa. Hal ini didukung bahwa keyakinan konsumen nampaknya tetap lemah pada pasar grosir dan perdagangan retail khususnya barang rumah tangga. Pertumbuhan pada sub sektor seperti industri tekstil dan busana juga menunjukan sinyal tidak ada peningkatan.
BPJS kesehatan juga ada kaitannya dengan pertumbuhan industri kesehatan. Didirikannya BPJS membuat demand pada industri kesehatan meningkat. Pada kuartil ke-2 terjadi pertumbuhan pada industri farmasi sebesar 7.38% dan pelayanan kesehatan meningkat sebesar 6.4% seperti hanya Program JKN mencakup target tahun 2019.

Anggaran Defisit dan Membatasi Dukungan Fiskal
Pada akhir september, nilai pendapatan secara keseluruhan mencapai Rp 1.099,3 triliun sementara besarnya pengeluarn mencapai Rp 1.082,6 triliun. Nilai penerimaan diatas berasal dari penerimaan selain penerimaan Tax Amnesty. Tidak ada peningkatan pendapatan pajak pada tahun ini.
Meskipun demikian, fakta menunjukan bahwa bahwa pendapatan selama sembilan tahun terakhir hanya sekitar 63.3. Hal ini berarti pemerintah memiliki resiko penurunan pendapatan dari target yang telah ditetapkan. Jadi seandainya pemerintah telah menetapkan anggaran pendapatan, maka nilai realisasi pendapatan yang akan diperoleh yakni sekitar 85-90 % saja. Ada resiko penurunan anggaran sekitar 10-15% dari target pemerintah. Maka dengan demikian proyeksi pada tahun-tahun mendatang yakni akan terjadi defisit anggaran.
Resiko yang dihadapi oleh pemerintah kini tidak jauh dari akibat mengejar ambisi pada proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah membuat target pertumbuhan melalui pembangunan infrastruktur besar-besaran diseluruh nusantara. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi mesti didukung dengan pertumbuhan pendapatan dalam jangka panjang. Tetapi perlu disadari bahwa anggaran pemerintah kedepan ditetapkan sebagai anggaran defisit.

Tingkatkan Investasi dan eksport merupakan kunci penggerak pertumbuhan pada tahun 2017 dan 2018.
Kita berharap percepatan di investasi agar tetap menjadi kunci penggerak pada tahun 2017 dan 2018. Nilai kapitalisasi, pengukuran pada investasi di GDP, pertumbuhan lebih cepat daripada ekonomi saat quarter Q2, khususnya dengan ledakan pembangunan konstruksi dan melambungnya penjualan kendaraan. Perencanaan dan kebijakan yang lebih baik oleh Bank central juga membuat investor memilik respek dan harapan positif kedepannya.
Meski indonesia telah berhasil mengatasi krisis ekonomi pada tahun 1998, bukan berarti investor asing telah percaya pada sistem hukum di Indonesia. Sebagian besar berita mancanegara mengungkapkan keprihatinannya atas sistem hukum yang ada di Indonesia.
Kita juga melihat penurunan investasi domestik pada Q2 di tahun 2017, tetapi kita melihat beberapa pengukuran lain terkait dengan investasi yang lebih urgen untuk ditangani.
Sumber pertumbuhan lainnya pada pertengahan tahun 2017 yakni net eksport, juga menunjukan tren positif. Meskipun neraca perdagangan menunjukan defisit di bulan juli, tetapi meruncing pada Q2 dan Q3 pada tahun 2017.
Ledakan harga komoditi untuk miyak mentah seharga USD 60 perbarrel dan untuk batu bara sekitar USD 85 per metrik ton menyebabkan meningkatnya ekspor oli dan gas di quarter 2017. Peningkatan pada harga komoditi juga menyebabkan terhambatnya konsumsi domestik.

Resiko eksternal yang perlu dikelola pada tahun 2018 dan 2019
Pada tahun 2018 dan 2019 kami menctat adanya petumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh aktifitas domestik. Pertama tren yang terjadi pada Bank Central, khususnya kebijakan perbankan yang ditetapkan oleh The Fed Bank Central Amerika Serikat untuk menormalisasi kebijakan moneter. Skenario ini memengaruhi harga pasar. Lesunya respon ini disebabkan karena upaya penghindaran penurunan suku bunga dan adanya tren pada partisipan yang dilakukan oleh anggota partisipan. Oleh karena itu kedepannya kita berharap aliran modal ke Indonesia tetap masuk meski suku bunga internasional lebih tinggi.
Alasan lainnya yakni, kita telah melihat China akhir-akhir ini melakukan perkembangan yang mencolok dan lebih berkelanjutan meski pertumbuhan GDP nya agak lebih rendah dari Indonesia. Keberhasilan ini disebabkan karena permintaan komoditinya besar meskipun harga komoditinya tetap dibawah harga awal tahun 2008. Harga batu bara tidak akan menurun seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, tetapi kami ragu bahwa industri batu bara akan tetap ada pada tahun-tahun mendatang.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s