Hingga saat, krisis global belumlah pulih sepenuhnya dan sangat rentan mengalami gejolak kembali. Banyak sekali tantangan yang masih harus dilalui, baik itu di pasar ekspor maupun pasar domestik. Sejak pasar bebas Asean Cina (ASEAN – CHINA Free Trade Area) mulai diterapkan pada Januari 2010, berbagai macam produk manufaktur Cina dengan derasnya memasuki pasar Indonesia. Berbagai macam barang elektronik Cina yang harganya murah mulai meruntuhkan pasar elektronik Indonesia. Sama halnya dengan produk-produk lain seperti tekstil, besi, baja, dan barang hasil industri yang lain.

Dengan menurunnya permintaan impor dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa karena tengah menghadapi masalah ekonomi, maka negara Cina mulai mengambil celah dengan meningkatkan ekspor ke negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Oleh sebab itulah, impor dari negara Cina semakin banyak dan besar.

Selain berdampak negatif, ACFTA pun memiliki sisi positif bagi Indonesia, salah satunya perdagangan Indonesia dengan Cina mengalami peningkatan. Cina yang memiliki pasar sangat besar karena jumlah penduduknya juga sangat besar dan daya beli meningkat dapat dijadikan tujuan ekspor strategis bagi Indonesia. Sama halnya pasar Indonesia bagi Cina.

Sebelum diterapkannya ACFTA, total jumlah perdagangan antara Indonesia dan Cina pada 2009 hanya sekitar 25,5 miliar dolar AS (ekspor sebesar 11,5 miliar dolar AS dan impor sebesar 14,0 miliar dolar AS. Artinya, defisit neraca perdagangan berjumlah sekitar 2,5 miliar dolar AS. Pada 2010, perdagangan mengalami peningkatan menjadi 36,1 miliar dolar AS dan tahun berikutnya menjadi 49,2 miliar dolar AS. Meskipun defisit masih terbilang cukup besar, nilainya semakin turun sejak 2011 lalu.

Nah, itulah pembahasan seputar prospek peningkatan indutsri manufaktur di Indonesia. Semoga industri manufaktur di Indonesia semakin berkembang, semakin maju dan tentu saja yang terpenting adalah ramah lingkungan. Salam sukses.

Sumber Artikel : http://www.anneahira.com/